Kamis, 18 Oktober 2007

how to be....

Hari-hari ini, saya lagi gandrung nyari artikel humas (hubungan masyarakat). Sebagai karyawan bagian humas dan komunikasi secretariat kota, referensi memang perlu (walaupun kenyataan tidak diterapkan dalam pekerjaan). Sejauh ini kerja humas hanya membuat kliping koran. trus nenteng kamera, handycam buat jepret sama shoot sana-sini kalo ada acara. Paling-paling yang agak heroik ngisi content berita di www.tarakankota.go.id. Yah… just like that.
Next kerjaan lain adalah urusan anggaran… ngurusin pencairan dana yang lebih dikenal dengan kata “amprah” Hmmmmmmm….. (bahasa mana yaaaa)

Betapa tidak, sebuah kota industri dan jasa seperti ini yang sangat memungkinkan para investor untuk berinvestasi ini nggak punya manajemen public relations… PR hanya sebatas yang udah saya sebutin di atas. Bayangin, untuk mengadakan promosi ke kota2 lain aja tidak dilakukan oleh seorang PR, tapi bagian lain. Memang ada Humas disitu, tetapi humas hanya sebatas meliput kegiatan dan sebagai penunggu stan pameran. Bukan sebagai PR yang salah satu tugasnya adalah menarik investor

PR tidak diletakkan pada tempatnya dan Sepertinya harus dikaji ulang mengenai job disnya Humas. Atau barangkali untuk yang memiliki kewenangan bisa menempatkan humas sesuai dengan namanya!!!! Saya sangat setuju dengan tes penempatan pegawai sesuai dengan education n kredibilitas yang dimiliki n bla bla bla seperti yang pernah dimuat di media , but......... mana janjinyaaaaaaa.... khususnya untuk penanggung jawab divisi tertentu, mengingat sebagai pegawai pemerintah, suara karyawan jarang didengar.... khususnya yang punya pimpinan statis!! Monotonnnnn.... ngga pengen maju...... nunggu perintah...... ngga inovative....... miskin ide.....ngga punya solusi atas masalah2 di lapangan..... diammmmmm, diaammmmm, wait n see doang!!! Hanya berfikir, berfikir... NO Action!!! Tolong dunk kalo emang bener bener ngga mandang senioritas n KKN... bebas KKN

Sebenernya pengen ketawa juga sih, sekarang jadi humas yang harus (nantinya) berhadapan dengan media. Padahal dulu, jaman di kampus kan jargonnya “pers mahasiswa, independen”… Sekarang… mana ada independen. Intinya mencitrakan organisasi sebaik-baiknya… bahkan kalo perlu dipoles biar keliatan baik…duh, maksa bener kadang-kadang.

Sebagai pengisi news content Kalo posting berita… (sudah rahasia di antara kita) haruslah yang mencitrakan yang baik-baik. Walaupun emang sih… pemerintah kota khususnya sekretariat, sangat sering diterpa kritik dan protes karena emang citranya begitu!!!! Terkadang menghamburkan uang negara, pergi ke metropolis tanpa output....... gaya gaya aja...... jalan jalan!! So ngapain gt loh (duh… mentang-mentang). (maksudnya bad news gimana caranya biar jadi good news…)

Sebenernya ini paradigma yang kurang tepat, menurut saya PR itu tempat mengelola isu ttg organisasi. Menganalisa trus memetakan apa yang harus dilakukan organisasi dalam menghadapi (bahkan merekayasa) opini publik.
Rekayasa disini maksudnya bukan manipulasi tapi engginering. Kalo PR bisa melakukan ini, hasilnya luar biasa… liat saja keberhasilan Andi Mallaranggeng dkk (idolaku bangettttt...) mengella isu-isu kenegaraan, mendekatkan profil SBY dengan publik. Kita tahu kalo pemerintahan SBY banyak hmmmmmm….. (ngga berani ngomong dehh) . Tapi dengan strategi kehumasan yang baik, publik bisa ditenangkan. Sehingga kalo pemerintahan tidak ada gangguan, kerja kan nggak ada gangguan…(kerja jadi lebih enjoy n comportable…… nyaman!! Yang penting nyaaaaaamaaaaannnn!)

Kalo dulu di kampus jadi wartawan kampus… yang bisa mengeksplorasi independensi secara luas… sekarang jadi humas, jadi pihak yang dependen…….

3 Komentar:

Pada 20 Oktober 2007 pukul 22.55 , Blogger POLSEK PLAYEN mengatakan...

Soulmate: Iptu luthfi

seyogyanya jangan memakai bahasa pledoi atau bahasa gaul karena nilai tulisan nmenjadi rendah.

 
Pada 21 Oktober 2007 pukul 20.05 , Anonymous Anonim mengatakan...

ayo. jangan takut kamu bisa!!.. yah kan sekarang udah terbuka tuh kesempatan buat kasih masukan (era reformasi gitu). nah buktinya kamu udah mulai blak-blakan. Nda papa start dari bloger yg blom terkenal. nah lama kelamaan pasti banyak yg jadi sepaham trus saatnya tuh gencarin serangan kan udah punya massa. Layanan pengaduan (SMS) di newsletter aja bisa bikin kebakaran jenggot banyak orang, iya kan? yah asal tetap junjung objektifitas aja. Bilang orang, kalo benar kan pasti menang. Ayo teruskan perjuangaan. Smoga Sukses!!!!

 
Pada 21 Oktober 2007 pukul 20.58 , Anonymous Anonim mengatakan...

Kalo mau baik kok pasti syusyah ya. Banyak benturannya dan ngga sedikit godaan. Tapi, maju terus berpantang mundur. Kan era reformasi ngga salah dech mulai dari bloger yg blom terkenal dan saran yaa mulai aja brani blak-blakan asal objektive ntar kan banyak massa nya. Baru dech mulai lakukan perubahan, ya ngga?

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda